Bisnis, Jakarta - Pengamat sumber daya alam sekaligus dosen Universitas Tarumanegara Ahmad Redi, meminta pemerintah tidak tunduk terhadap ancaman PT Freeport Indonesia, yang akan membawa persoalan kontrak karya ke lembaga arbitrase internasional. Menurut Ahmad Redi, jika Freeport ingin mengajukan arbitrase, pemerintah tinggal mengikuti saja apa kemauan Freeport.
Terlebih kontrak karya mereka akan berakhir pada 2021. Setelah itu mereka wajib untuk memberikan divestasi saham 51 persen jika masih ingin memperpanjang operasional mereka.
Baca Juga: Lewat Cuitannya, Said Didu Beberkan Simalakama Freeport
“Pemerintah sudah jungkir balik, dihajar sana-sini. Kalau mau arbitrase ya ikuti saja,” ujar Ahmad Redi dalam acara diskusi publik di Hotel Grand Sahit Jaya, Selasa, 21 Februari 2017.
Ahmad Redi menambahkan, kalaupun Freeport tak memperpanjang kontraknya di Indonesia, pemerintah melalui BUMN bisa mengelola perusahaan tambang emas itu bersama-sama. “Saya berharap Papua dikelola secara nasional. Pemerintah bisa menugaskan perusahaan seperti PT Antam, Inalum, Bukit Asam,” ucap dia.
Selain itu, apabila pemerintah memiliki kekurangan pendanaan, maka bisa mensinerjikan konsorsium bank-bank BUMN untuk mengelola Freeport. “Kalau kekurangan uang ada sinerji Bank BRI, Mandiri. Biarkan saja BUMN yang mengelola. Kita lanjutkan 2021 BUMN yang mengelolanya,” ucap dia.
Pemerintah mengeluarkan aturan tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara melalui Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang perubahan keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010. Dalam aturan itu, pemerintah menghapus rezim Kontrak Karya (KK) perusahaan tambang, dan mengharuskan mereka untuk mengajukan izin menjadi perusahaan dengan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Simak: Bos Freeport 1960-2017: Ali Budiarjo Terlama Chappy Tercepat
Bila perusahaan tak mengajukan diri sebagai IUPK, maka Freeport sudah tidak diberikan izin lagi untuk mengekspor konsentrat. Selain itu mereka juga harus membangun pabrik pemurnian atau smelter agar bahan tambang yang diekspor memiliki nilai tambah. Namun hingga kini, progres pembangunan smelter Freeport baru mencapai 14 persen, sehingga mereka meminta pemerintah untuk penyelesaian masalah kontrak karya tersebut.
Chief Executive Officer Freeport-McMoran Richard Adkerson mengatakan, pihaknya memberi waktu pemerintah selama 120 hari untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Jika tidak, mereka akan membawa persoalan ini ke lembaga arbitrase internasional.
DESTRIANITA