Bisnis, New York - Analis dari Jefferies Group LLC, Christopher LaFemina mengatakan keputusan pemerintah Indonesia menghentikan operasional tambang PT Freeport Indonesia menyebabkan pasokan tembaga tersendat. Menurut dia, tambang Freeport di Grasberg, Papua dapat memproduksi sekitar 800 ribu ton tembaga dalam tahun ini.
Baca : Panorama Tour Bidik Pertumbuhan 300 Persen
Jumlah sebanyak itu dapat memasok sekitar 3,5 persen dari pasokan tembaga dunia. Kata dia, Freeport-McMoRan Grasberg atau pemilik dari PT Freeport Indonesia menyatakan Force Majeure atau kejadian genting di luar prediksi.
Baca : Perizinan Yacht Dipermudah, Kapal Wisata Melonjak 2.000 Unit
Mengingat sebelumnya pemerintah Indonesia telah sepakat menutup kran ekspor konsentrat. Hal ini juga terjadi di tambang tembaga milik BP Billiton di Chili.
"Kedua tambang itu saat ini sedang offline (tak beroperasi), dan biasanya mereka menghasilkan 2 juta ton tembaga," kata Christopher seperti dikutip dari Reuters pada Minggu, 19 Februari 2017. "Kedua tambang itu memasok 10 persen dari pasokan tembaga dunia, ini merupakan masalah besar."
Christopher memastikan penghentian pasokan tembaga akan menyebabkan banyak masalah. Saham Freeport di Indonesia diduga turun satu persen menjadi US$ 14,91 per lembar. Ada kekhawatiran harga tembaga merosot ke angka US$ 5.960 per ton karena ada aksi profit-taking.
Dia menjelaskan saat ini pemerintah Indonesia mengubah aturan pertambangan. Freeport dimintah beralih dari Kontrak Karya (KK) menjasi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) hanya mengizinkan Freeport mengekspor 1,1 juta ton tembaga hingga 16 Februari 2018. Pemerintah juga meminta industri pengolahan atau pemurnian.
Sejauh ini Freeport masih belum bersedia beralih ke IUPK. Freeport melalui juru bicaranya, Riza Pratama kepada Tempo sebelumnya meminta agar pemerintah melindungi stabilitas investasi dan memberi perlindungan fiskal sama seperti saat kontrak karya.
AVIT HIDAYAT | REUTERS