Seleb, Jakarta - Jazz Buzz Salihara kembali hadir tahun ini. Gitaris session yang tak asing di dunia musik tanah air-Andre Dinuth menjadi pembuka program tahunan Salihara dalam Jazz Buzz 2017. Jazz Buzz San Frontieres 02 menjadi tema helatan musik yang hadir tiap akhir pekan pada Februari 2017.  Setelah Andre Dinuth pada pembuka pentas dengan tajuk A New Chapter, disusul Indra Perkasa dan Gadgadasvara Ensemble dengan Work in Progress. Mereka tampil pada Sabtu-Ahad, 11-12 Februari 2017.

Pada Sabtu-Ahad, 18-19 Februari 2017, giliran Attilion dan Cinconotas yang tampil. Attilion menyajikan musik band post rock dan jazz progresif yang terinspirasi dari pemusik jazz rock seperti Terje Rypdal, Boredoms, Ruin dan Hanatarash. Berbeda dengan Attilion, Ciconotas --- grup jazz vokal yang baru terbentuk 2014 lalu ini akan membawakan lagu-lagu musisi ternama Indonesia dan dunia yang telah digubah oleh Arief Darma.

Mereka akan menghadirkan karakter Acapella, sopran, messo, alto, tenor dan bass. Akan disajikan pula beberapa komposisi ciptaan Arief. “Ini menjadi sajian yang menarik dari kelompok-kelompok yang tampil,” kata kurator musik dan tari Salihara, Tony Prabowo.

Pada 25-26 Februari 2017 akan tampil Arief Winanda dan Pamuncak Mundo yang akan menyajikan  lagu-lagu yang terinspirasi dari imaji tari. Pemusik yang pernah tampil  di beberapa festival ini menawarkan estetika musik yang minimalis, impresionis, tradisional, pascatonal hingga jazz. Menutup akhir helatan tampil Inamissino yang juga band progresif beraliran psikedelik rock dengan watak jazz eksperimental dan instrumental. Mereka memberikan sentuhan dengan beberapa alat musik tiup flute dan saksofon serta alat gesek dari Cina, Erhu.

“Kami mencari anak-anak muda dengan musik jazz eksperimental. Yang masih punya semangat, bukan abaikan yang senior. Beri kesempatan mereka lebih gokil,” ujar Tony Prabowo. San Frontieres 2, kata Tony, menghadirkan musik jazz yang lintas batas. Karena, menurutnya, pada seni, batas-batas musik antar genre ini sangat tipis. Mereka bisa menghadirkannya dalam sebuah aransemen yang unik.

Seperti Andre Dinuth. Musisi ini acap kali mengiringi musisi kenamaan seperti Glenn Fredly, Sandhy Sandoro, Dewa Bujana, Erwin Gutawa. Ia juga anggota band Six String. Tapi pada akhir pekan lalu, 11 Februari, 2017, Andre Dinuth tampil bersama bandnya yang terdiri dari Aditya Pratama (bas), Marthin Siaahaan (keyboard, synthesizer organ), Yandi Andaputra (drum), George Tanasale (tifa dan perkusi).

Andre dan bandnya menggebrak dengan lagu-lagu jazz-rock dan rock progresif dalam 11 nomor yang ditampilkan. Lagu-lagu dari album solo pertamanya Andre Dinuth (2014) dan album keduanya, Here With You (2016). Lagu-lagu yang ditampilkan dengan aransemen baru dengan tambahan alat pendukung seperti synthesizer elektronik dan bas. Seperti overture gebrakan pembuka pentasnya. Demikian juga pada lagu kedua dengan beat-beat gebukan drum Yandi yang bersemangat, mengiringi kecepatan gitar, bas dan organ synthesizer yang cepat. Andre terlihat sangat asyik menikmati permainan musiknya.

Andre juga memberikan sentuhan perkusi tradisional tifa, sasando dan tabla. Lagu ketiga dimulai dengan tepukan tabla dan gebukan drum kemudian petikan gitar Andre yang pelan sehingga menghasilkan aransemen unik. Pada lagu Sahara, tepukan perkusi tradisional menjadi elemen yang cukup mendominasi lagu, membawa sensasi nuansa gurun pasir. Sentuhan musik gitar liris juga disajikan Andre dengan lagu Solitude-nya. “Lagu ini dibuat saat sedang hancur, kadang ingin selalu bersama orang lain bukan harus dengan kekasih tapi juga orang terdekat lain seperti orang tua dan sahabat.”

Sedangkan Indra perkasa dan ensemblenya mengusung gaya musik jazz ekperimental. Dia mengkolaborasikan musiknya dengan seni rupa, media digital dan penggunaan elemen tradisional. Indra adalah pemusik yang juga seorang produser, komposer dan konduktor yang mendalami bidang ilmu musik latar (film scoring) dari Universitas California, Los Angeles, Amerika Serikat. Film Tabula Rasa menjadi debutnya sebagai penata musik.

Helatan ini memang menjadi ajang musisi jazz muda untuk berkreasi. Mereka bisa menampilkan aneka warna. * | DIAN YULIASTUTI