Bisnis, Jakarta - PT Freeport Indonesia (PTFI) akan memutus hubungan kerja sejumlah pegawainya mulai pekan depan. Pemecatan diklaim sebagai buntut larangan ekspor konsentrat. Pelarangan ekspor itu karena PTFI belum mengubah izin operasi dari Kontrak Kerja (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

"Karena Freeport tidak dapat melakukan ekspor tanpa mengakhiri KK, akan terjadi konsekuensi yang tidak menguntungkan bagi semua pemangku kepentingan," kata President dan CEO Freeport-McMoRan Inc., Richard C. Adkerson, di Hotel Fairmont, Jakarta, Senin, 20 Februari 2017.

Baca: Ini Alasan Freeport Menolak Izin Pertambangan Khusus

Adkerson mengatakan larangan ekspor menyebabkan perusahaan mengurangi produksi. Dampaknya, sejumlah pekerja tidak lagi dibutuhkan.

Rata-rata tenaga kerja dalam rencana operasi normal Freeport tercatat sebanyak 29 ribu orang selama 2017-2021. Namun dengan pembatasan operasi, jumlah karyawan berkurang menjadi 11 ribu. Saat ini ada 32 ribu pekerja di Freeport Indonesia dengan 12 ribu pekerja di antaranya merupakan pekerja tetap.

Ia tidak menyebutkan jumlah pasti pekerja yang akan diberhentikan. Namun ia memastikan pemberhentian karyawan tidak hanya menimpa pekerja nasional tapi juga ekspatriat (tenaga kerja asing). "Jadi untuk menunjukkan bahwa kami tidak ada perbedaan dengan karyawan nasional," kata dia.

Baca: Terbelit Izin Ekspor, Freeport Nyatakan Force Majeure

Adkerson menegaskan bahwa pemecatan karyawan ini bukan ancaman untuk pemerintah melainkan terpaksa dilakukan. "Ini bukan untuk bernegosiasi dengan pemerintah. Kami harus mengurangi biaya supaya dapat beroperasi normal secara finansial," katanya.

PTFI tercatat tidak melakukan ekspor konsentrat sejak 12 Januari 2017. Stok pun menumpuk. Kondisi diperparah dengan mogoknya sejumlah karyawan di smelter milik PT Smelting Gresik. Perusahaan terpaksa menghentikan produksi karena tidak ada tempat untuk menyimpan stok konsentrat.

Lihat juga: PT Freeport Dikabarkan ke Arbitrase, DPR Dukung Pemerintah

VINDRY FLORENTIN